Koridor.id, PAREPARE — Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan bersama World Agroforestry (ICRAF) Indonesia memilih Kota Parepare sebagai tuan rumah pelaksanaan focus group discussion (FGD) atau diskusi terpumpun Penyusunan Rencana Induk dan Peta Jalan Pertumbuhan Ekonomi Hijau.
Diskusi berlangsung di ruang rapat Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Parepare, Kamis (30/11/2023), dibuka resmi Kepala Bappeda Parepare Zulkarnaen Nasrun, yang dihadiri perwakilan Bappelitbangda Sulsel, Suciati Sapta Margani sekaligus menjadi narasumber, Direktur ICRAF Indonesia, Dr Sonya Dewi, serta utusan dari Kabupaten Barru, Sidrap, dan Pinrang.
Sementara dari Parepare, selain Bappeda, turut hadir SKPD terkait yakni Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian Kelautan dan Perikanan (PKP), Dinas Perdagangan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Kepala Bappeda Parepare Zulkarnaen Nasrun mengapresiasi Bappelitbangda Sulsel bekerjasama dengan ICRAFT Indonesia menginisiasi menyusun Rencana Induk dan Peta Jalan Pertumbuhan Ekonomi Hijau yang akan menjadi framework bagi Pemerintah Daerah di Sulsel dalam penerapan dan pengembangan ekonomi hijau.
“Mengutip arahan Presiden Joko Widodo, bahwa saat ini ekonomi dunia mengarah ke green ekonomi dan Indonesia memiliki potensi besar untuk melakukan juga transformasi menuju ekonomi hijau untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim. Dan tantangan ekonomi masa depan adalah mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang cepat, namun inklusif dan berbasis masyarakat demi mencapai tujuan pembangunan,” kata Zulkarnaen.
Namun diakuinya, tekanan terhadap lingkungan yang terus meningkat mengancam pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Karena itu, kata Zulkarnaen, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan sistematis untuk pertumbuhan ekonomi hijau.
Zulkarnaen mengemukakan, ekonomi hijau focus pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan melibatkan penggunaan sumber daya alam secara bertanggung jawab, pengurangan polusi dan pemanfaatan energy terbarukan.
“Modal alam yang kita miliki dimanfaatkan secara bertanggung jawab, mencegah dan mengurangi polusi dan menciptakan peluang kesejahteraan social secara menyeluruh. Karena itu, perlu komitmen yang kuat dari pemerintah dibarengi dengan kolaborasi dan sinergi seluruh pemangku dan pengampu kepentingan,” tegas Zulkarnaen.
Direktur ICRAF Indonesia, Sonya Dewi dalam kesempatan itu menjelaskan, ICRAF adalah sebuah lembaga penelitian internasional yang sudah 30 tahun bekerja di Indonesia.
Sonya mengungkapkan, ICRAF Indonesia saat ini menjalankan Proyek Sustainable Landscapes for Climate Resilient Livelihoods (Land4Lives) yang didanai oleh Pemerintah Kanada selama lima tahun.
Proyek ini menyasar tiga Provinsi yakni Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Proyek ini hadir sebagai dukungan terhadap penghidupan berketahanan iklim dan ketahanan pangan untuk masyarakat rentan, terutama perempuan dan anak perempuan.
“Melalui kerja sama dengan pemerintah daerah dari tingkat provinsi hingga tingkat desa, Proyek Land4Lives akan membantu memperbaiki tata kelola dan pengelolaan bentang lahan melalui kebijakan pembangunan hijau dan memperkuat ketahanan pangan. Selain itu juga meningkatkan penghidupan petani kecil, masyarakat miskin dan kelompok perempuan kepala rumah tangga,” papar Sonya.
Sonya menekankan, Land4Lives sejalan dengan visi dan misi World Agroforestry (ICRAF) Indonesia. Akses yang setara untuk semua orang dalam memperoleh penghidupan yang layak melalui lanskap yang sehat, produktif, dan lestari.
“Kami merasa terhormat mendapat kepercayaan untuk melaksanakan proyek ini, karena ini menunjukkan dukungan penuh kami untuk upaya pemerintah dalam memperkuat penghidupan masyarakat dan menjaga lingkungan hidup. Lahan untuk kehidupan kita sekarang dan akan datang,” tandas Sonya. (*)