MAKASSAR, koridor.id -Wali Kota Parepare, Dr HM Taufan diundang menjadi pembicara dalam seminar nasional bertajuk “Penguatan Revitalisasi Bahasa Daerah melalui Program Pendidikan”. Seminar nasional yang digelar oleh Perkumpulan Pendidik Bahasa Daerah Indonesia (PPBDI) Provinsi Sulsel kerja sama Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (Unhas) ini dirangkaikan dengan Pelantikan Pengurus PPBDI Sulsel, Selasa, (28/2/2023).
Pada Seminar nasional yang dihadiri para guru besar ini, Taufan Pawe didaulat sebagai pembicara lantaran telah berhasil meraih penghargaan di bidang pelestarian bahasa daerah oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI, satu-satunya Wali Kota di Indonesia.
Pada seminar nasional itu, Taufan Pawe yang sedang mengikuti kegiatan penerimaan penghargaan Adipura di Jakarta menyempatkan menghadiri undangan sebagai pembicara.
Ia diminta oleh panitia dalam menginspirasi Kepala Daerah di Indonesia terkait kebijakan kepala daerah dalam pelestarian bahasa daerah.
Dalam seminar nasional itu, TP, akronim Wali Kota Parepare dua periode ini memaparkan sejumlah kebijakan yang telah dilakukan dalam pelestarian bahasa daerah. Salah satunya dengan menghadirkan Perda nomor 4 tahun 2021 tentang penyelenggaraan pendidikan. Salah satu isi di dalamnya adalah mewajibkan sehari dalam sepekan berbahasa daerah, yaitu setiap Kamis. Serta edaran Wali Kota tujuh hari berbahasa daerah pada momentum peringatan hari bahasa Ibu internasional 21-27 Februari, setiap tahunnya.
“Gerakan pelestarian daerah harus dilakukan oleh semua kepala daerah secara masif dan terintegrasi. Kepala daerah menjadi pioner pelestarian bahasa daerah,” ujar Wali Kota yang kerap menyelipkan bahasa daerah di dalam sambutannya itu.
“Saya kalau sambutan saya selalu menyelipkan bahasa Ibu saya karena keteladanan kepala daerah itu adalah hal penting untuk diikuti oleh rakyatnya,” paparnya.
“Ayo kita gunakan bahasa Ibu kita dan jangan pernah lupakan bahasa ibu kita, ” harap Taufan.
Kegiatan itu dihadiri ratusan orang guru-guru bahasa daerah, baik secara daring maupun luring. (*)